It’s international women’s day.
Untuk memaknai perayaan hari ini, saya ingin berbagi sedikit pemikiranku soal wanita, yang mungkin secara tidak langsung juga akan membicarakan tentang diriku sendiri.
Bagaimana sebenarnya wanita itu dalam berbagai peng-kotak-kotak-annya.
Wanita dalam masyarakat
Wanita dalam keluarga
Wanita dalam agama
Wanita dalam pendidikan dan karir, atau wanita dalam kotak lainnya

Memaknai peringatan Hari Perempuan Internasional ini, perayaan yang diadakan setiap tahun tidak hanya sekedar memaknai Hari Perempuan Internasional sebagai perayaan saja, tetapi sebagai bagian dari perjuangan perempuan untuk menuntut hak-haknya yang sampai hari ini belum selesai. Perempuan manapun dihadapkan pada permasalahan yang sama, mulai dari kehidupan mereka secara sosial, budaya, agama dan tempat kerja masih memarginalisasi mereka.

Sebagai contoh job segregation (pembedaan pembagian kerja menurut jenis kelamin) yang menyebabkan tenaga kerja laki-laki dan perempuan terkonsentrasi pada industri-industri dan pekerjaan tertentu. Laki-laki cenderung memegang dominasi di industri-industri yang cenderung memberikan upah yang lebih tinggi seperti: pertambangan, dan kontruksi. Sedangkan perempuan banyak terkonsentrasi pada bidang pekerjaan tertentu seperti perawat atau tenaga kesehatan lainnya, guru dan bidang jasa lainnya. Sehingga biarpun pekerjaan mereka professional cenderung mendapatkan upah relatif lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki. Oleh karenanya, pembedaan kerja menurut jenis kelamin ini bersifat membatasi perempuan dan menempatkannya dalam kisaran peluang kerja yang bersifat sempit dibandingkan laki-laki.

Ohya, sebelumnya, mungkin yang akan saya bicarakan disini adalah perempuan yang telah mencapai kematangan atas indikator usia. Perempuan yang sudah matang secara lahir dan batin, yang dalam artian memahami betul manakah yang menjadi hak nya, manakah yang semestinya mereka perjuangkan, manakah yang semestinya mereka hindari yang karenanya hanya akan menghambat menuju mimpi-mimpi, dan prinsip manakah yang akan mereka “stand for it” atas apapun yang datang pada dirinya

Perempuan, pada masanya akan merasakan sendiri bahwa ia sudah mencapai tingkat kematangan yang paling optimumnya. Dan hanya dirinya sendirilah yang akan mengetahui masa tersebut, karna “kematangan” adalah sesuatu yang tidak dapat diukur dengan alat ukur, atau tidak ada satuan tertentu untuk menotasikannya. Seperti halnya, rasa lapar. Seseorang yang sudah makan, kemudian ia bilang “aduh laper lagi”, sebelum betul-betul terlisankan, rasa lapar itu hanya ia yang bisa rasakan.
Kemudian, setelah mencapai tingkat kematangan, lalu apa? Berikutnya adalah apa-apa yang akan membawa seseorang pada nilai positif atau nilai negatif dalam rangka mengisi diri. Seseorang yang telah dewasa, akan lebih mengenal sekaligus memahami fenomena sebab-akibat. Keterhubungan suatu peristiwa dengan peristiwa lain. Yang dengan itu akan menentukan tindak tanduknya, beserta pemaknaan didalamnya. Seharusnya.

Sebagai contoh, setalah memasuki dunia perkuliahan dan menjalani berbagai macam rutinitas kegiatan lain, saya mulai pelan-pelan belajar tentang pentingnya proteksi diri dan manfaat yang akan didapat. Saya sadar bahwa akan banyak macam orang yang akan saya temui. Kalau kita mengamati beberapa berita, banyak sekali kasus kekerasan secara fisik dan seksual yang terjadi para perempuan baik itu dilakukan oleh keluarganya sendiri, maupun oleh orang lain. Kekerasan sering didorong oleh keyakinan mendalam bahwa seorang perempuan tidak sama (hak dan perlakuan) dengan laki-laki. Pemberitaan soal peristiwa-peristiwa tersebut kemudian membawa pada “awareness” yang tinggi bagi perempuan dalam melakukan aktivitas tertentu. Bahkan mungkin bukan hanya dibatas “awareness”, melainkan rasa takut yang berlebihan. Rasa takut untuk melewati lorong-lorong kecil, rasa takut untuk berlalu dari kerumunan laki-laki di pinggir jalan, dan lain lain.

Saya pernah membaca sebuah kutipan yang berbunyi, “salahkan diri sendiri atas apapun yang menimpamu”. Tapi untuk kondisi yang saya sebutkan sebelumnya, menurut saya, kutipan tersebut sama sekali tidak berlaku. Sikap toleransi, menghargai, dan saling melindungi akan lebih tepat untuk mengatasi kondisi diatas, untuk berjuang tanpa henti menuju dunia dimana tidak ada perempuan yang perlu mengatakan “#metoo”, untuk bangkit melawan rezim yang menindas dan berbuat lebih banyak untuk melindungi kaum marjinal dan rentan
Selamat Hari Perempuan Internasional, perempuan-perempuan tangguh!

08/03/2018

#tumblrthrowback